SEBAB SESEORANG MEMELUK SUATU AGAMA
BEBERAPA SEBAB SESEORANG MEMELUK SUATU AGAMA
(tanggapan atas postingan Andhika di WAG FDSP Alumni UI)
Sekali lagi artikel itu bagus dan menarik.
Banyak sebab seseorang memeluk Islam, dan dua yang dominan adalah karena faktor kelahiran - mengikuti iman orang tua, dan faktor pengalaman hidup.
Kisah di atas pastinya karena faktor kedua, dan sekecil apapun pasti karena bersinggungan dengan dakwah (ajakan/seruan) oleh muslim tertentu.
Meski dalam Islam ada ajaran untuk berdakwah kepada orang lain yang sesuai kisah tersirat di atas adalah "mengislamkan non muslim" dengan hikmah/bijaksana dan mau'idhatil hasanah/ungkapan yang baik dan bagus, namun banyak cara orang lain dalam mengaplikasikan, dan ada tiga langkah yang menonjol yang sering kita ketahui yaitu: Secara frontal, dan soft/halus, (plus) diam-diam, di mana masing-masing menuai implikasi berbeda, tidak dapat diprediksi mana yang lebih berhasil guna, namun tak dapat dipungkiri di era millenial kini yang terakhirlah yang terkategori tepat.
Saya lanjut begini;
Pertama
Di buku memoar OEI TJOE TAT karya Pramoedya Ananta Toer (Hasta Mitra 1989), Oei yang Tionghoa, pernah jadi menteri era Soekarno dan ditahan era Soeharto karena tuduhan berafiliasi dengan PKI, masa mudanya pernah tertarik pada Islam.
Namun hanya karena bentuk fisik yang berbeda dengan muslim pada umumnya/Melayu, Oei seolah dimusuhi yang otomatis Oei tidak melanjutkan ketertarikannya.
Pertanda apa? Karena faktor di atas yang dapat dikembangkan bahwa begitu hebatnya efek perbedaan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) di lingkungan kita, sejak dulu sampai kini.
Kedua:
Pengalaman pribadi.
Sejak mahasiswa di FHUI, tahun 1982 saya bersahabat dengan seorang Tionghoa Katholik. Kami, sekali pun tidak pernah bicara tentang agama kami masing-masing apalagi saling menonjolkan kehebatan pribadi dan agama-agama kami.
Kami hanya menjalin kehidupan dengan saling membantu dan mendukung dalam kebaikan, suka-duka dari sisi kemanusiaan, yang saya yakin karenanya kami mampu bersahabat dengan baik, lestari dan indah hingga kini.
Dalam versi sedikit beda, saya pun bersahabat dengan seorang pendeta. Karena pada dasarnya dia missionaris/penyebar agama Kristen maka dia pun sempat mengkhutbahi saya tentang agamanya namun saya balik mengkhutbahi, dan nampaknya dia sadar bahwa cara dia tidak mempan dan beralih bersahabat dengan saya dari sisi kemanusiaan semata.
Maka benar atau salahkah dua langkah saya di atas? Bergantung persepsi masing-masing kita.
Prinsip yang saya yakini sebagai kebenaran hakiki Islam yang saya jalani dalam mengarungi kehidupan adalah harmoni dengan sesama manusia dan makhluk Allah yang lain.
Saya berupaya terus menerus dan bersungguh-sungguh untuk berbuat baik dengan ikhlas kepada diri sendiri maupun orang lain yang saya yakin - bahkan tanpa saya berharap- akan berefek positif kepada lingkungan di mana pun saya berada.
Masing-masing pemeluk pasti meyakini bahwa agamanya-lah yang paling benar dan akan murka jika ada yang nyinyirin, sekecil apapun.
Dengan menjalani ajaran agama masing-masing pemeluk dengan baik dan benar saya yakin kehidupan ini damai sejahtera, ayem tenterem.
Yang jadi masalah sehingga dunia kisruh sejak dulu hingga kini, dan itupun sunnatullah/hukum alam/wajar, adalah jika masing-masing pemeluk agama berlomba berebut pengikut, pengaruh, ekonomi, kekuasaan dan kebenaran dengan cara yang pertama/frontal di atas.
Dan apa itu hanya di Islam? Tidak, bahkan oleh umat Kristen dan lain-lain jauh lebih dulu melakukan.
Karena dalam sejarah kisruh yang berujung perang antar agama berfek begitu rumit, maka kita penganut waras agama-agama haruslah bersikap waras dan waspada dalam setiap kata dan perbuatan, di mana pun.
Gresik,
29/3/2021.
Amroeh Adiwijaya
Salam novel OPERA VAN GONTOR (Gramedia 2010).
Komentar
Posting Komentar