***** IWAK JENDIL
IWAK JENDIL?
WOW, SIIIP ....
Dengan satu kata, "Jendil" dijamin imaginasiku melayang kemana-mana asyik, dan kalau ditulis niscaya bisa menjadi buku tebal berjilid-jilid.
Tak lain, itulah jenis ikan yang banyak menginspirasiku untuk menulis, ikan yang ditemukan hanya di Bengawan Solo.
Ibu mertuaku yang asli Ngawi, daerah yang dilalui Bengawan Solo pun mengenal meski dengan nama yang berbeda, seingatku beliau menyebut, "Wadal".
Selain jerohan sapi dan kepala kambing, Jendil itu pula yang aku merasa cocok dan nikmat menyantap sejak lahir, sesuatu yang bisa dirembetkan ke banyak topik. Sangat aku syukuri.
Betapa tidak? Rumah ortuku berada tepat di depan pasar Dukun yang memudahkan kalau membeli sesuatu, yang masa kanak-kanakku tergolong pasar terbesar di seantero beberapa kecamatan sekitar Dukun seperti Sidayu, Bungah, Ujung Pangkah, dan Karang Binangun seberang bengawan Solo yang masuk Kabupaten Lamongan.
Lokasi rumah di pedesaan yang ideal (dekat pasar dan sungai) yang sering aku promosikan itu, menarik bagi masyarakat kota, sehingga banyak teman kuliahku Jakarta artis ternama (dulu) tertarik untuk datang dan bermalam ke rumah.
Yang setiap hari dijual di pasar, selain aneka kebutuhan masyarakat, tak ketinggalan ikan spesial, Jendil, yang bersumber dari Bengawan Solo yang berjarak hanya 100 meteran dari rumah.
Menurutku, ikan Jendil yang tidak bisa dibudidayakan dan berdaging lembut itu berbeda dengan ikan patin yang bertekstur lebih kasar dan bisa dibudidayakan.
Kalau ibuku Hj.Mafazah (wafat 2008) memasak ikan Jendil yang ketika "mbeteti" (membersihkan) dibantu ART itu, yang aku gemari adalah yang cukup digoreng tidak terlalu kering, atau diberengkes/dipepes dengan daun pisang (daun diambil dari taman belakang rumah).
Yang lebih Joss adalah brengkesan "angsaran" yaitu irisan perut ikan Jendil yang super jumbo. Karena berlemak dan mencair kalau digoreng,
maka solusinya hanya dibrengkes.
Merem-melek ketika makan, bisa menghabiskan nasi banyak, yang berfek bikin aku gemuk.
Masa kanak-kanak itu, saking senengku, ngentek-ngenteki dan ngembat diam-diam, maka ibuku sering ndelikno, menyembunyikan stok Jendil yang lain agar dulur-dulurku kebagian dengan wajar, hahaha...
Hanya harap tahu, tidak semua warga Dukun suka ikan Jendil dengan alasan karena banyak pencari ikan yang memancing dengan umpan bolet/telo rambat godok diulet/dicampur kotoran manusia.
Dan lebih sadis mencekam masa G.30.S PKI tahun 1965-1967 di mana bangkai manusia banyak ditemukan mengambang di Bengawan Solo, ibuku pun stop masak ikan Jendil karena ada isu potongan jari manusia ditemukan di perutnya. Hiiiiiiii...
Gresik, 20 Juli 2024.
Pukul 16:15
Pasca beraktivitas macam-macam, dan masih terasa capek setelah tadi malam dari Rembang.
Komentar
Posting Komentar