BUKU PRINT ON DEMAND


"BUKU "PRINT ON DEMAND"
Oleh: Amroeh Adiwijaya

Tulisan singkat ini sebagai lanjutan tulisan saya yang lalu tentang "menulislah buku karena menulis merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah", "dan sulitkah? Tidak, asal kita mau!", juga tentang "Blurb" tulisan sampul belakang sebuah buku.
   
Dalam dunia penerbitan buku, ada sistem pencetakan buku yang disebut POD atau Print On Demand. Yaitu sebuah system cetak yang tidak harus berjumlah minimum cetak misal hingga 5000 eksemplar seperti oleh penerbit konvensional namun dapat mencetak bahkan hanya 1 buah!

Menarik, terutama bagi penulis pemula!

Dan menariknya lagi, POD tersebut tanpa melewati review yang biasa dilakukan oleh penerbit, dan tentu akan naik cetak tanpa ada yang mengkoreksi baik isi maupun tata bahasa yang ada.

Dengan demikian penulis dapat menerbitkan atau mencetak Indie atau mencetak/mem-print sendiri untuk diri sendiri maupun untuk komunitas tertentu sesuai jumlah  komunitas yang kemungkinan akan membeli atau untuk hadiah.

Dalam pencetakan Indie atau POD, tentu memiliki keuntungan dan kerugian dalam melakukannya. Untuk itu, bagi penulis pemula harus memahami seluk beluk hal ini dan mempertimbangkan agar dapat melakukan hal-hal yang lebih strategis dalam menerbitkan buku.

Apabila menggunakan penerbit/percetakan konvensional yang mempunyai minimal cetak pertama adalah 5000 eksemplar buku dan menggunakan distributor toko buku, maka jika jumlah itu tidak terkejar, maka yang pas adalah cetak Indie/POD yang hanya mengandalkan komunitas, misal 100 eksemplar.

Dengan melakukan cetak POD dapat menjual idealisme isi dari tulisan atau sharing pengalaman diri dengan segera.

Hanya dapat dimaklumi, cetak Indie atau POD akan memerlukan biaya cetak yang lebih besar dari cetak konvensional sehingga harga jual buku POD akan lebih mahal dari buku biasa di toko buku. 

Contoh jika buku dengan jumlah halaman yang sama, kertas yang sama, kualitas cetak yang sama, maka jika dicetak dengan POD ongkos produksi dapat mencapai 25.000 rupiah per buku, sedangkan dengan cetak konvensional ongkos produksi hanya sekitar 7000 rupiah. Dari kedua harga tersebut tentu akan mempengaruhi harga jual.

Dengan sikon perbukuan cetak yang lesu seperti saat ini, melakukan cetak POD adalah jalan tepat untuk melakukan branding tentang diri pribadi, di mana nantinya sangat mungkin bertujuan akan menjual tulisan kepada penerbit besar. 

Maka kepada penulis pemula, saya tetap menyarankan untuk juga menawarkan tulisan kepada penerbit konvensional, sehingga dapat mengetahui mutu tulisan diri sendiri, apakah layak jual atau tidak.

Tim dari penerbit akan menilai tulisan sebagai layak jual atau tidak, sehingga sekali lagi dengan menawarkan tulisan ke penerbit maka penulis akan tahu kualitas laku atau tidaknya isi tulisan.

Selain di atas, yang harus diketahui oleh masyarakat adalah jangan "terkecoh" istilah cetak ulang dalam POD, karena ada yang bilang bahwa bukunya sudah cetak ulang sampai 5 kali naik cetak, padahal dalam POD setiap cetak misal hanya naik 50 eksemplar, yang berarti 5 kali cetak hanya berjumlah 250 eksemplar.

Juga khusus kepada penulis pemula, jangan terkecoh oleh iklan yang dapat mencetak buku cepat walau hanya 1 buku, karena akan sangat menyesatkan, di mana penulis pemula tidak diberdayakan untuk mengetahui kualitas isi tulisannya (via penerbit konvensional).

Maka sekali lagi, alangkah lebih baik jika penulis pemula pun melakukan penawaran tulisan ke penerbit besar maupun kecil.

Selamat menulis buku!
Bisa asal mau!

Gresik, Kamis,
16 Desember 2021.

Catatan:
Pada lampiran gambar kedua saya sampaikan info bahwa Gramedia melayani POD terhadap buku terbitan Gramedia yang sudah tidak ada di pasaran/toko buku.
----------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

E-BOOK BLOG AMROEH ADIWIJAYA

* "AGAMAMU APA?" Amroeh Adiwijaya

(124) SOFIAN EFFENDI