* "OH, TOA"


Amroeh Adiwijaya

"OH, TOA"

Toa di luar ruangan masjid atau lainnya seperti pada ilustrasi foto di atas, biasa saya sebut: Speaker, tapi pada tulisan (repost) ini saya tulis juga dengan "Toa".

Dan karena nggak sempat menyusun lebih lanjut, maka tulisan ini masih per-point:

a. Suka atau tidak pada kerasnya volume Toa itu relatif subyektif, setiap orang boleh berbeda sikap.

b. Sudah lama banyak bahasan di WAG, dan yang menyatakan, volume speaker masjid perlu ditertibkan adalah justru dari para penganut paham "Sunny harga mati" tapi nampaknya pada nggak berani berbagi "ma'ruf" kebaikan/kemaslahatan kepada ta'mir masjid (Jakarta-populer masa Gubernur Ahok: Marbot).

c. Setahu saya, yang juga banyak protes adalah warga keturunan China, bukan Jepang, napa? Karena (merk) Toa itu produk Jepang.

d. Bagi saya? Gpp karena dari rumah tedengar nggak terlalu keras, padahal jumlah toa di kubah masjid dekat rumah berjumlah luar biasa banyak,18 buah.

Dan kalau kolo-kolo merasa bising, cukup saya netralkan dengan mengingat sewaktu dulu seminggu di Bali (sepi suara Toa) kangen Toa ngaung-ngaung seperti di Gresik.

e. Tapi sangat mungkin yang dekat masjid merasa "budek" dan bisa berakibat kepala mumet, nging-nging yang  nggak sadar berefek hyperaktif cepat marah dan akhirnya cepat qoid.

f. Yang pro pedagang bilang, biarin aja agar roda ekonomi berjalan, pedagang Toa laris, dan "tabsyirah" honor, mengalir stabil kepada pelantun Al-Qur'an, salawat, barzanji dan lain-lain.

g. Yang mungkin bagus adalah pendapat seniman. Toa diarahkan saja ke atas menghadap langit karena di bawah akan terdengar sayup-sayup indah bak symphoni Orchestra apalagi saat subuh yang semua masjid bersahutan mengumandangkan adzan secara bersamaan.

Gresik, 12 Maret 2024

amroehadiwijaya@gmail.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

E-BOOK BLOG AMROEH ADIWIJAYA

* "AGAMAMU APA?" Amroeh Adiwijaya

(124) SOFIAN EFFENDI