* "KYAI HAJI, USTADZ, GUS DAN IKKAD" Amroeh Adiwijaya
Pengantar;
- Coretan sedikit personal.
- Ditulis sebelum keluar rumah untuk melaku-melaku santai Ke GKB Gresik, mumpung nggak hujan, Yang materinya Insya Allah masuk di buku saya khusus mengenai IKKAD Dan IKB.KALTUM (dua organisasi besar kekeluargaan saya).
"KYAI HAJI, USTADZ, GUS
DAN IKKAD"
Tulisan ini terinspirasi dari jejak digital, tulisan mas Khozin (foto di bawah) di WAG Generasi IKKAD yang menyebut adiknya, Muntadhim Muttaqwa dengan Kyai Haji (KH) alias Kyai yang sudah berhaji.
Dan terus terang (Ojo onok sing su'uddhon Yo), saya salut memuji, dan sama sekali nggak nyacat blassss tulisan itu. Hanya sayang, tulisan mas Khozin setelahnya menyebut "ustadz", tidak KH.
Terminologi tulisan sengaja secara antropologis sederhana, di mana kalau dibahas bersama pakar Antropologi sangat mungkin akan terjadi polemik panjang.
Sebutan kyai, kita baku-biasakan dan klaim (saja) bahwa itu sebutan untuk tokoh agama Islam yang terhormat, dan kita cuekin sebutan untuk sapi yang dikirab setiap acara Sekaten di keraton Jogya atau Solo.
Boleh dan gpp dengan menambahkan "Romo" meski sudah dibiasakan sebutan untuk pemuka agama/pastur Katolik.
Sebutan dari mas Khozin itu mengingatkan saya pada satu perbincangan "bisik-bisik" dengan seorang famili IKKAD asal desa saya di Gresik, 30 tahunan yang lalu yang menyayangkan ada orang yang menyebut nama seorang famili IKKAD yang sering berceramah agama dengan "KH" yang saya tanya, "emang napa?", yang dijawab, "usianya masih muda".
Maka saya pun melanjutkan menyatakan membolehkan dengan mengeluarkan argumen yang mugo-mugo dia nggak bantah:
- Bagus saja-lah youw, pertanda di desa kita ada regenasi tokoh agama Islam, dan nggak usah kuatir terjadi "inflasi" KH.
- Bagi tokoh muda itu bisa menjadikan diri sebagai lecutan untuk terus menjadi lebih baik seperti juga sebutan untuk "guru" siapapun.
- Bagi KH lama-sepuh/yang sudah ada bisa terbantu tidak terlalu sibuk melayani umat.
Tapi dia yang dasarnya ngeyelan masih berargumen singkat, Iyo gpp tapi haruse didahului dengan disebut "Ustadz" atau "Gus", yang langsung saya sela, "Kesuwen, kelamaan, karena kalau dengan Gus pasti akan ada yang bantah Opo bapake punya pesantren gede, lagi pula nggak mudah bagi masyarakat untuk merubah Gus dan Ustadz menjadi KH.
Berikut saya lanjut dengan cerita lain, saat acara Halal Bihalal (HBH) IKKAD ke 13 Kediri di gedung BHAGAWANTA BHARI (mbak Laila Ahwan Achwan dan keluarga sebagai tuan rumah) di mana saya sebagai ketua Panpel.
Catatan:
Dua HBH sebelumnya, saya juga didapuk menjadi ketua Panpel yaitu HBH Ke 11 di GOR Petrokimia Gresik tanggal 16 Januari 2000, lalu HBH ke 12 di Rembang 15 Desember 2002.
Dan 3 kali HBH berurutan setelahnya:
HBH ke 14 tanggal 5 Oktober 2008 di Masjid agung AL-AKBAR, HBH ke 15 tanggal 4 September 2011 di gedung IPHI Lamongan, dan HBH ke 16 di Islamic Center Surabaya tanggal 3 Agustus 2014, Ketua Panpelnya adalah senior saya KH.MA Wahib (NI 1.2.2.1), almarhum, ayahanda mas Victor dan mas Hatta Farih.
Siang di Kediri itu, dengan pertimbangan biar rodok seger sak itik (lha, mengundang artis cantik ternama nggak disetujui, padahal gratis, jeee), maka saya menghadirkan MC asal Nganjuk (honor dikasih adik saya) yang setahun sebelum HBH itu dia saya undang jadi MC pada acara Silatnas IKB.KALTUM/saudara IKKAD tahun 2012 di hotel PCP Trawas Mojokerto. Dia membawakan dengan bahasa Jowo alus melipir, dan eh, terjadi dua kelucuan:
a. MC menyebut nama saya dengan KH, dan setelahnya mas Husnul Khitam (almarhum) ngeledekin saya, "Wah, sekarang sudah KH rek, haha...".
b. Saat pak KH.Najih Achjad (almarhum, mantan anggota DPR RI F.PBB) Maskumambang, beliau memberi tausiyah sempat mengatakan, "Boso Jowo melipir koyok MC ngono iku opo wong Dukun paham, Amroeh?".
NB. Pada sesi terakhir acara, mbah Abidah (NI IKKAD: 7.1.3) ibunda Ketum PP.IKKAD kita, Kyai Gus Kikin/KH.ABDUL HAKIM MAHFUDZ TEBUIRENG juga menyampaikan wejangan.
Salamun lakum untuk segenap KH dari IKKAD.
Gresik, Jum'at malam Sabtu,
16 Februari 2024
Komentar
Posting Komentar