"EPOS: KH IMAM ZARKASYI-GONTOR" Amroeh Adiwijaya

KH.IMAM ZARKASYI
KYAI BESAR GONTOR
SEPANJANG MASA

"EPOS"
ULANG TAHUN KE 113
(21 MARET 1910-2023)

Oleh: Amroeh Adiwijaya (*)

Bolehkah? Boleh, napa tidak? Maka opini "epos" kepahlawanan ulang tahun kelahiran KH.Imam Zarkasyi (foto), tanggal 21 Maret 1910 tepat hari ini, selain saya kutip sosok dan karya warga Amerika dan Inggris, saya lampirkan pula sesuatu yang bernuansa Arab menarik:
1. Beberapa bait syair "Thala'al Badru 'Alaina",
2. Video lagu judul yang sama oleh Diva Mesir, Ummu Kultsum, soundtrack film The Message/Arrisalah,
3. Beberapa foto.

Syair dan lagu judul di atas diekspresikan penduduk Madinah sewaktu berkumpul untuk menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dan rombongan yang terlihat tengah berjalan mendekat pada sebuah padang pasir ketika hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi, sebuah momen kegembiraan yang patut dinisbatkan (ditautkan) pada kelahiran beliau, salah satu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa timur (biasa disebut Gontor), tepat hari ini, 113 tahun silam.

Gontor sendiri didirikan pada Senin, 12 Rabiul Awal 1325/ 20 September 1926 (3 tahun mendatang usia satu abad) oleh tiga bersaudara (Trimurti) yakni KH Ahmad Sahal (1901-1977), KH Zainuddin Fanannie (1905-1967) dan KH Imam Zarkasyi (1910-1985).

Tanpa mengurangi makna penghargaan dan penghormatan yang sama tinggi kepada dua Trimurti yang lain (Allahu Yarhamuhuma), beliau yang wafat tanggal 30 April 1985 dalam usia 75 tahun itu adalah figur pendidik yang kaffah-sempurna, penuh optimisme  semangat tegas dan disiplin, orator ulung, sederhana dan fokus mengutamakan pendidikan santri yang boleh dikata tidak pernah pergi meninggalkan kampus Gontor.

Keikhlasannya pun tahan uji.

Dengan keikhlasan dibalut dengan pedoman falsafah Jawa, "Bondo pikir lek perlu sak nyawane pisan" berarti: “Harta, tenaga, dan pikiran, kalau perlu nyawanya sekalian” yang bermakna, dalam berjuang haruslah 'all out' atau tidak boleh tanggung-tanggung, malah kalau perlu nyawa pun kita pertaruhkan demi kesuksesan, maka Gontor abadi dan terus berkembang maju.

Dari kacamata saya yang tamatan SD usia belasan saat nyantri di Gontor, yang pasti nampak/dhahir di benak awam yang mau merenung jernih, yang seolah mustahil apalagi bagi kaum "pedagang" adalah, pada tahun 1957, jumlah santri masih dua ratusan, saat beliau berusia 47 tahun (saja), beliau bersaudara berani membangun aula, disebut Balai Pertemuan Pondok Modern Darussalam Gontor (BPPM) yang berangka baja kelas satu berbiaya fantastis berkapasitas 1500-an tempat duduk, dilengkapi dengan ribuan kursi yang dapat ditumpuk dari bahan besi kokoh ringan dengan jok dan sandaran berangkai rotan, bangunan monumental termegah se-Karesidenan Madiun yang hingga saat ini masih kokoh dan berfungsi baik.

Tahun 1970 dan beberapa tahun sesudahnya saya menyaksikan aula tersebut sempat digunakan untuk menyimpan berton-ton gabah padi kering hasil panen dari ratusan hektar sawah milik Gontor yang tersebar hingga wilayah kabupaten Ngawi.

Tumpukan gabah menjulang yang mengundang cuitan dan kicauan burung gereja dan gelatik yang menenteramkan hati itu menyita tempat hampir separuh aula sehingga jika santri mengikuti pertemuan besar terpaksa duduk berdesakan atau memindahkan kursi ke kanan-kiri teras dan belakang aula, itupun kami para santri tetap menyimak dengan baik dan antusias untaian pidato beliau yang selalu memukau penuh gelora dan khusyuk itu.

Fantastis sekaligus membuat kenangan indah luar biasa di hati saya.

Posisi BPPM sebelah masjid jami' baru GONTOR, di sebuah desa terpencil bernama Gontor kecamatan Mlarak sekitar 50 km dari kota Madiun atau sekitar 12 km dari kota kabupaten Ponorogo (foto terlampir).

Jumlah santri Gontor I (satu/pusat) saat ini sekitar 6000, belum lagi ribuan santri di pondok-pondok pesantren cabang Gontor dan pondok-pondok pesantren alumni Gontor yang berjumlah ratusan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Setelah kedua orang tua saya, KH.Imam Zarkasyi adalah sosok kyai besar panutan saya sejak sebagai santri Gontor tahun 1970 (G'75) hingga saat ini, 53 tahun kemudian yang tak lapuk oleh hujan-tak lekang oleh panas bahkan insya Allah sampai akhir hayat, terutama dalam berislam, terus membaca menulis dan mengarsip, berdisiplin dan bermasyarakat yang baik.

Di hati saya benar-benar tak ada seorang pun yang mampu menggantikan.

Karena tidak rela kehidupan saya terombang-ambing oleh lingkungan/dunia yang gonjang-ganjing terus menerus, maka saya berusaha selalu konsisten untuk memegang ajaran/didikan beliau, benar-benar takkan goyah oleh situasi dan kondisi apapun, juga berpegang pada empat motto Gontor yang beliau canangkan: Berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas.

Beliau berislam secara simple namun kaffah (sempurna) tidak neko-neko alias tidak beraneh-aneh, jujur, dermawan, sabar, murah hati dan rendah hati, tegas dan disiplin, takwa dan warak serta tanggung jawab, menghargai adat budaya nasional, tidak mengikuti organisasi apapun di luar Gontor apalagi berpolitik praktis, menghormati pemimpin negara dan mengutamakan keadilan, kemanusiaan dan persaudaraan-persatuan Islam, kebangsaan Indonesia dan umat manusia.

Saking kukuhnya saya dalam mengikuti prinsip beliau di atas maka meski tak bergeming namun saya paham sewaktu ada yang menyebut saya sebagai (pak) Zarkasyi-is, bahkan mempersilakan jika ada yang menilai saya sebagai orang yang tidak mengikuti perkembangan zaman, tidak berpolitik Islam, sekuler, atau tidak loyal pada Gontor dengan sebutan pop "tidak Gontoriyun", dan lain-lain label sejenis.

Nasihat bernada idealis berbalut agama pun tak terhitung.

Namun yang aneh ada pula yang berkebalikan menganggap saya sebagai berpaham "puritan" yang menginginkan kembali pada sistem kehidupan beragama Islam yang otentik atau murni dengan berpegang dan berpedoman pada sistem budaya yang berasal dari teks suci.

Pemahaman saya, maunya para yang tidak sepaham dengan saya itu adalah, sampai kapan pun dan apapun perkembangan situasi dan kondisi Gontor, alumni Gontor harus loyal total pada Gontor tanpa bertanya layaknya slogan ciptaan Stephen Decature asal Amerika Serikat "Right or Wrong is My Country" padahal di AS sendiri sebenarnya sudah (istilah Jaya Suprana) "kelirumologi" alias tidak dianggap sebagai positif membanggakan, namun cenderung negatif memalukan sebagai ekspresi Jango-isme alias patriotisme kebablasan terutama pada masa generasi bunga tahun 60-an abad XX yang cinta damai yang berbalik anti patriotisme akibat anti perang Vietnam.

Selain ekspresi argumen sepintas di atas, saya tidak perlu menulis pembelaan diri lebih lanjut karena pemikiran-pemikiran sederhana saya sudah banyak saya tulis di media online dan offline serta media sosial terutama di banyak WhatsApp Group (WAG) alumni Gontor dan lain-lain, juga pada novel saya OPERA VAN GONTOR (Gramedia 2010). Hanya apa yang terjadi?

Hampir semua member WAG tidak berkenan untuk "berpolemik" atau berargumen yang sehat, dan kebanyakan sekedar men- "just" ketok palu 'ala kaisar mengecam dengan kalimat singkat "seadanya".

Dan sekali lagi saya tak bergeming karena di benak saya ada keyakinan bahwa sejatinya banyak alumni Gontor dan lain-lain yang sepaham dengan saya namun bersikap "silent" alias diam, layaknya gambaran kelompok militan pada novel tahun 1966 berjudul "Silence" karya Shūsaku Endō yang berlatar belakang Nagasaki Jepang, yang tahun 2016 difilmkan dengan judul sama, dengan sutradara Martin Scorsese dan naskah oleh Jay Cocks dan Scorsese yang dibintangi antara lain oleh Andrew Garfield, Adam Driver, Liam Neeson, Tadanobu Asano dan Ciarán Hinds.

Begitulah Gontor. Setelah KH.Imam Zarkasyi berpulang ke Rahmatullah, tradisi disiplin dan kecepatan gerak Gontor tetap terjaga dengan baik.

Tanggal 1 Mei 1985 satu hari setelah beliau wafat, anggota badan wakaf Gontor (lembaga tertinggi Gontor) dapat menetapkan pengganti beliau dengan damai sebagai pengasuh yang selalu terdiri dari 3 serangkai (Trimurti) yaitu: KH.Soiman Luqmanulhakim, KH.Abdullah Syukri Zarkasyi, dan KH.Hasan Abdullah Sahal.

Berikut susunan Trimurti Pondok Modern Darussalam Gontor dari masa ke masa:

Trimurti I
1. KH.Ahmad Sahal
2. KH.Zainuddin Fanannie
3. KH Imam Zarkasyi

Trimurti II
1. Dr.KH.Abdullah Syukri Zarkasyi
2. KH.Hasan Abdullah Sahal
3. KH.Shoiman Luqmanul Hakim

Trimurti III
Sepeninggal KH. Shoiman
1. Dr.KH.Abdullah syukri Zarkasyi
2. KH.Hasan Abdullah Sahal
3. KH.Imam Badri

Trimurti IV
Sepeninggal KH.Imam Badri
1. Dr.KH.Abdullah Syukri Zarkasyi,
2. KH.Hasan Abdullah Sahal
3. KH.Syamsul Hadi Abdan

Trimurti V
Sepeninggal KH.Syamsul Hadi dan Dr.KH.Abdullah Syukri Zarkasyi, pada hari Kamis 22 Oktober 2020 Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor menetapkan Trimurti untuk periode: 2020-2025:
1. KH.Hasan Abdullah  Sahal
2. Prof.Dr.KH.Amal Fathullah Zarkasyi, MA
3. KH.Akrim Mariyat, MA

Mengakhiri tulisan ini merupakan panjatan permohonan (sedikit panjang) kehadirat Tuhan yang maha kuasa:

La ya'lamul ghaiba ilallah, tidak ada yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah SWT.
Allahumman Sur nafahatir ridhwan 'alaihi, wa amitna bil asrari allati audha'taha ladaihi: Ya Allah, bentangkan harum semerbak keridhaan-Mu pada beliau. Mohon bantulah kami dengan rahasia-rahasia yang Kau titipkan pada beliau.

Dari nafas ajaran orang arif besar yang mewarisi syariat nabi Muhammad SAW ini, tolonglah kami dekatkan pada buah hasil tanamannya yang suci untuk bekal kami berbakti kepada-Mu.

Wahai Yang Maha kuasa, sungguh kami telah kalah, kalah oleh nafsu kedagingan kami sehingga tak mampu terus-menerus berdzikir untuk mendapatkan ridha-Mu, maka berilah pertolongan, hiburlah hati yang telah hancur ini dengan memadukan kemuliaan dan kesempurnaan terselubung beliau (Allahu yarham).
Sungguh Engkau Maha Pengasih dan Maha Menentukan.

Tolonglah kami segala sangkaan yang baik menjadi kenyataan, hilangkan segala penghalang yang menghambat kami, singkirkan segala kesedihan dan kesusahan kami.
Mohon ampuni segala dosa kami.
Tolonglah ya Allah, berikan kami segala kesudahan yang baik, dan perkenankan permohonan-pemohonan kami.

Allahumma ighfir lahu, Wa irhamhu, Wa adkhilhu fi jannatika anna'im, Wa-li jami'il muslimina Wal muslimat, amin Ya Rabbal 'Alamin.

Al-Fatihah.
Allahu Akbar.

Gresik, 21 Maret 2023
Pukul 00:30
Menjelang istirahat malam.

(*)
- Penulis novel OPERA VAN GONTOR
(Gramedia 2010).
- Koordinator umum Gerakan Anti KKN Alumni Universitas Indonesia (GAKKNAUI)
- Wiraswasta bidang kulit di Gresik
------------------

TIGA LAMPIRAN

(1)
Cuplikan 3 bait salah satu shalawat populer yang akrab di telinga masyarakat Indonesia hingga saat ini yang setiap peringatan maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW selalu dirayakan dengan berbagai acara pengajian, kultum, dan yang paling sering shalawat bersama.
Catatan:
Di Gontor sendiri tidak diajarkan namun saya menyukai:
 
Thala'al badru 'alainaa, min Tsaniyyatil Wadaa
Artinya: "Wahai bulan purnama yang terbit kepada kita. Dari lembah Wada."

Wajabas syukru ‘alainaa, maa da’aa lillahi daa’i
Artinya: "Wajiblah kita bersyukur atasnya, ketika seorang penyeru mengajak kepada Allah."

Ayyuhal mab'utsu fiinaa, ji'ta bilamril mutho'
Artinya: "Wahai yang diutus kepada kami, engkau datang dengan perintah yang ditaati".

(2)
Cuplikan video di fb, lagu "Thala'al Badru 'Alaina" oleh Diva Mesir, Ummu Kultsum dari soundtrack film "The Message/Arrisalah" aktor: Anthony Quinn.

(3)
Beberapa foto di fb
-------------------------------



Komentar

Postingan populer dari blog ini

E-BOOK BLOG AMROEH ADIWIJAYA

* "AGAMAMU APA?" Amroeh Adiwijaya

(124) SOFIAN EFFENDI