(119) PEMIMPIN SERAKAH


"PEMIMPIN YANG SERAKAH"

Oleh: Amroeh Adiwijaya

Di surat kabar KOMPAS, Jumat 19 Juni 2025 dimuat opin (oleh: Sukidi/pemikir kebinekaan) berjudul "Pemimpin yang melarat" yang menurut penulis (saya) akan lebih pas, menggelegar dan tepat berjudul, "Pemimpin yang serakah", napa? Karena selain_kata serakah berasal dari akar bahasa Jawa, disebut "srakah" atau "nggragas", juga agar memfokus pada mengganyang korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN), perbuatan bejat yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Meski istilah di luar ke-Jawa-an tak kalah banyak, tapi penulis mencoba menegaskan kata "serakah" (beda dengan melarat) yang telah masuk di KBBI yang berarti memiliki keinginan yang berlebihan atau tidak pernah puas terhadap sesuatu, terutama harta benda atau kekayaan. Juga diartikan sebagai keinginan untuk mendapatkan lebih dari yang seharusnya atau yang diperlukan. 

Di istilah Inggris pun ada: Greedy, bermakna rakus, tamak, loba, angkara, kemaruk.

Tulisan itu, selain mengutip buku dan pendapat orang barat, mengutip pula pepatah Jawa, "Eling sangkan paraning dumadi".

Pepatah Jawa di atas yang saat ini orang Jawa pun banyak yang abai, menilai "mbelgedes", dan dinilai usang oleh yang tidak percaya adanya baik-buruk, pahala-dosa, dan sorga-neraka, itu bermakna harus "ingat asal dan tujuan hidup", filosofi yang mengajarkan manusia untuk menyadari dari mana mereka berasal dan ke mana mereka akan kembali, bukan hanya tentang asal-usul fisik, tetapi juga tentang asal-usul spiritual dan tujuan akhir dari keberadaan manusia. 

Seorang pemimpin dari segala tingkatan, terkecil: keluarga, harusnya berbuat kebaikan untuk orang-orang yang dipimpin, dan cara yang dijalankan pun harus dengan cara atau jalan yang baik dan benar, utamanya tidak mementingkan diri sendiri dan tidak serakah.

Boleh-boleh saja alias manusiawi kalau menjadi pemimpin dengan tujuan antara lain untuk meraih popularitas, kemegahan diri dan mendapatkan penghidupan, juga misal saat pemilihan_dengan terang terangan maupun diam-diam menggunakan trik kampanye dengan menggunakan adagium, "Sudah selesai dengan diri sendiri dan kini saatnya berbakti" dan sebagainya yang wah, tapi tetap harus menjunjung tinggi norma yang baik_manapun, utamanya (ke sekian kali lagi) tidak serakah.

Inti: Yang berniat kukuh untuk berbakti demi kebaikan dan siap menerima konsekuensi/sangsi terberat jika melenceng/korupsi dan hal negatif lainnya, dan yang punya nyali_meski bukan dari golongan mampu materi (melarat), tentu harus tetap ada dan siap berkompetisi menghadapi yang mengaku "mampu".

Tapi apakah yang melarat bisa berbuat untuk kebaikan? Bisa, asalkan mau!

Maka bangkit dan bergeraklah wahai kaum melarat-bokek.

Para pencoleng serakah_tak ada puasnya yang licik, licin dan luwes (khas politikus busuk), itu memang harus dilibas secara revolusioner tanpa basa-basi, juga tanpa teori muluk-muluk.

-----------

Gresik, 19 Juni 2025

amroehadiwijaya@gmail.com

Koordinator umum Gerakan Anti KKN Alumni Universitas Indonesia (GAKKNAUI).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

E-BOOK BLOG AMROEH ADIWIJAYA

* "AGAMAMU APA?" Amroeh Adiwijaya

3 INFORMASI