(103) "BINGUNG, LIBERALIS-ATHEIS ATAU MUSLIM?"


Senin, 28 April 2025
"BINGUNG, LIBERALIS-ATHEIS
ATAU MUSLIM?"

Oleh: Amroeh Adiwijaya 

Pengantar:
Opini ini merupakan dua chat opini berbalas di WAG Forum Diskusi Sila Pertama Pancasila (FDSP) Alumni Universitas Indonesia, tanggal 27-28 April 2025.
Kemudian di bawahnya (tersusulkan) beberapa opini dari WAG lain.

OPINI PERTAMA:
Chat mas Kolonel (purn) TNI Bambang Wijanarko, Manado, 27 April 2025.
(Copas tanpa editing+flyer)
⬇️


Banyak yg menganggap, anda lulus UMPTN/SPMBK/Sipenmaru atau ujian CPNS adalah berkat Doa. 

Karena anda berdoa siang malam, Sholat Tahajud setiap malam, plus sholat Hajat, lalu anda lulus, maka anda akan menyimpulkan, doa gue dikabulkan Tuhan semesta alam.

Padahal, ada ribuan orang lain, yg persis melakukan hal yg sama denngan yg anda lakukan. Mereka ya belajar, ya berdoa, ya sholat dan memohon, bahkan 80% berdoa kepada Tuhan yg sama dengan anda. Yg 20% nya berdoa kepada Tuhan yg lain. 

Tapi yg ribuan orang ini gak lolos seleksi. Nah, kira kira, apakah mereka akan menyalahkan Tuhan, menyalahkan konsep doa? well, disinilah resiliencenya orang Indonesia terhadap Agama yg mereka anut. Saya kasih jempol deh. Meskipun mereka gagal di banyak hal, mereka hampir tidak pernah menyalahkan Tuhan, atau malah meninggalkan Tuhan sama sekali dan menjadi Ateis (mungkin ada sekitar 0.5% yg begini).

Kenapa kita cenderung mempertahankan konsep Iman dan Tuhan? padahal banyak bukti bukti yg mendukung sebaliknya, bahwa Tuhan itu hanyalah sebuah Ide kreasi manusia belaka, bukan "Real" Stuff yg benar benar eksis dan mengendalikan jalannya jagat raya. Dalam kacamata mekanika kuantum, Jagat raya bekerja secara acak. Maka, Tidak ada desainer disini. 

So, balik lagi ke pertanyaan gue di atas?

silahkan diskusikan dengan kepala dingin..
___________

OPINI KEDUA:
Amroeh merespons opini:
⬇️

Ungkapan yang bagi saya bagus dan "tidak salah" itu, maaf tentu kita tahu, di mana kalau dirembetkan bisa mengarah pada liberalisme dan atheisme itu, telah muncul di benak manusia sejak ribuan tahun yang lalu.

Tapi memang masih menarik untuk direspons apalagi bagi yang bingung karena merasa masih kismin dan terpinggirkan. 

Hal itu pula yang beberapa kali diutarakan anak ragil saya, cewek (usia baru lulus S1) ketika  menghadapi problem, dengan ungkapan, "Aku kok begini amat, Pa, kok nggak seperti orang lain yang meraih sesuatu dengan mulus-mulus saja?".

Begitulah naluri manusia yang berakal, hal apapun selalu dipertanyakan.

Tapi ya itu, opini sederhana saya yang tidak berteori muluk-muluk ini pun, pasti akan menuai polemik tak ada ujung, seperti ribuan tahun yang lalu.

Karena mau nggak mau, tak ada yang lain, maka hanya berupa respons "pokoke, ideologi, keyakinan" bagi seseorang.

Kalau pakai logika, sampai mati pun nggak ketemu.

Ungkapan Mas Bambang Wijanarko yang muslim(?) itu adalah asasi munculnya agama-agama di muka bumi.

Juga sejak ribuan tahun yang lalu, agama pun dijadikan polemik bahwa agama-agama merupakan ide kreasi manusia.

Tapi harap dicatat, agama adalah satu-satunya ideologi yang paling dapat menenteramkan jiwa sekaligus dianut oleh mayoritas manusia di muka bumi, bahkan yang atheis sekalipun.

Ketenteraman jiwa-lah yang dicari manusia manapun.

Maka kepada anak-anak saya titahkan dogma yang saya tekankan sebagai, "wasiat Papa untuk sepanjang hidupmu dan anak cucu". Begini:

1. Sudahlah, nggak usah mempertanyakan hal-hal di atas, karena telah dipikir orang sejak ribuan tahun silam. Kalau kamu mikir pasti akan menghabiskan energi dan bikin puyeng tak berujung. Berdebat tentang keimanan orang lain pun nggak perlu.

2. Kalau kamu misal curhat problem kepada non muslim, kebanyakan dia akan mengarahkan kamu pada, "agamaku adalah solusinya, maka murtad-lah".

3. Fokus saja pada meraih sukses aktivitas harianmu, dan meyakini "alam semesta" akan memberimu karunia terbaik.

4. Yakinlah pada kebenaran Islam yang telah dianut oleh eyang-eyang kita sejak dulu.

5. Jalani syari'atnya dengan sewajarnya, yang sejatinya mutlak benar, sederhana dan mudah, nggak perlu neko-neko.

6. Jangan murtad (beralih ke agama lain), lagi pula, lihatlah, pemeluk baru Islam (muallaf) di mana-mana semakin banyak. Murtad? Na'udzubillah (kita mohon perlindungannya).

Akhir kata, kepada segenap sahabat pemeluk agama apapun, mari kita taat pada agama kita masing-masing dengan mengedepankan kedamaian dan kesejahteraan sesama manusia.

Gresik, Senin 28 April 2025
amroehadiwijaya@gmail.com
Dila, anak ragil Amroeh
________________

OPINI KETIGA
Beberapa opini/respons dari members WAG Alumni UI yang lain yang layak saya dokumentasi/publikasikan, setelah OPINI 1 dan 2 di atas saya share ke beberapa WAG:

(1)
[28/4 15.55]
FH KOLINTANG Nugroho Ayah Happy:
Kirain pembahasan perbedaan sudut pandang antara liberalis, ateis dan muslim. Ternyata... 

Menurut saya:
Kalau liberalis minum wine dan makan babi, walau dilarang agama, mereka akan mencari pembenaran-pembenaran logis nan ilmiah, sehingga babi dan wine akan dikonsumsi dengan alasan2 atau kondisi yang dibenarkan nalar. 

Kalau atheis, merasa itu tidak haram, maka telan saja, selama tidak dilarang hukum di negara tersebut. 

Kalau Muslim menuruti ketentuan atau hukum Islam dalam Alquran Hadits tanpa mempertanyakan sebabnya.

(2)
[28/4 16.48]
Amroeh Adiwijaya merespons:
Kalau bahas teoritis pasti mas @⁨FH KOLINTANG Nugroho Ayah Happy⁩ pun ogah baca.

Dan betul, beragama demi kedamaian jiwa memang tidak perlu banyak bertanya, tapi cukup minta persetujuan hati nurani. Yang penting baik atau tidak bagi kemanusiaan?.
Tq 😃🙏

(3)
[28/4 18.06]
KOLINTANG Komando Balayudha:
Kalau cara pandang ini menjadi kaidah, sebenarnya ketenangan jiwa bisa diraih tanpa agama. Apalah arti agama jika hanya dilihat sebagai jenjang administrasi berbasis spiritual. Tabik 🙏

(4)
[28/4 18.29]
Amroeh Adiwijaya merespos:
Betul, fungsi agama memang untuk pegangan manusia yang seringkali mblehar, lupa pada hati nurani kemanusiaan.

Meski "sekedar" untuk tujuan seperti ungkapan mas @⁨KOLINTANG Komando Balayudha⁩ di atas, tapi menurut saya amat penting.

(5)
[28/4 19.20]
KOLINTANG Komando Balayudha:
Jika demikian, eksistensi agama sebenarnya bersifat fakultatif, boleh ada dan boleh tidak. Apakah demikian bang Amroeh?

(6)
[28/4 19.36]
Amroeh Adiwijaya merespons:
Betul, tapi demi eksistensi dan tertib administrasi negara bahkan dunia, agama dan pengelompokannya itu penting ada.
--------
Topik opini ini kita sudahi saja mas, karena nampaknya ada yang kuatir akan dirembetkan ke mana-mana.
Ok, Tq.
😃🙏

(7)
[28/4 19.54]
KOLINTANG Komando Balayudha: Mestinya obrolan filsafat seperti ini tidak perlu dibarengi dengan kekhawatiran akan dilebarkan kemana-mana. Saya malah tertarik untuk mendalami letupan pemikiran Bang Amroeh yang agak miring ke Derrida dan Foucoult meski menggunakan balutan 'tashawuf'. Tabik bang.

(8)
[28/4 20.12]
Dari satu member WAG Kekeluargaan, KH.Mu'adz Djabal:

Liberalis&atheis : adalah sebuah konsep hidup  berdasarkan kesepakatan hasil olah otak manusia (Makhluq) yg bisa saja berubah se-waktu² sesuai dengan perkembangan pemikiran, waktu/zaman, dan tempat/wilayah serta  tidak ada jaminan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bagi penganutnya baik didunia apalagi di akhirat kelak.

Muslim :
adalah Penganut Agama Islam dengan konsep hidup  berdasarkan ketetapan dari langit ( Allaah SWT /Al Khaaliq ) yang bersifat tetap dan berlaku sepanjang zaman/waktu baik ditempat manapun dan sampai kapanpun (hari akhir) serta dijamin akan berbahagia dan sejahrera baik di dunia sampai diakhirat kelak bagi manusia yg mendapat hidayah dan taufiq seauai yang dikehendakinya.
Wallaahu a'lam 🙏🙏



Komentar

Postingan populer dari blog ini

E-BOOK BLOG AMROEH ADIWIJAYA

* "AGAMAMU APA?" Amroeh Adiwijaya

(124) SOFIAN EFFENDI