*** PAK BOY


"IN MEMORIAM"
PAK BOY KAPUNDUT?
YA, ALLAH.....

Pak Boy, begitu panggilan akrab civitas academica FHUI kepada Dekan kami sejak tahun 1982, Mardjono Reksodiputro.

Saya sangat kaget menerima berita saat beliau sakit setahun silam, terlebih lagi berita tadi pagi beliau "tilar ndunyo" (jawa: wafat).

Kenangan saya sebagai aktivis kampus benar-benar mendalam dan baik terkhusus pada sikap "bijaksana" beliau, yang beda dengan Dekan periode sebelumnya yang (maaf) rada "metakil". Mosok saya yang waktu itu jadi ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM).FHUI (1982) yang boleh-lah sekali-kali berseberangan sikap dengan Dekan sempat nyinggung etnis segala dan bilang, "Amroeh, kamu jangan mentang-mentang dari Surabaya, ya, saya juga ada darah Madura, looo", yang saya jawab, "ampun, madame...", kwkwk...

Interaktif saya dengan pak Boy bermula saat menjelang akhir saya sebagai ketua BPM.FHUI (beliau Dekan baru), saat awal sistem SKS diterapkan di FHUI (1982).
Karena sistem baru, maka untuk menyempurnakan penerapannya, Dekan mengajak kami untuk membahas.

Di satu audiensi, beliau menerima beberapa usulan dari kami seraya berkata, "Terima kasih, usulan anda-anda kami terima dengan baik, usulan yang luar biasa bagus, khas mahasiswa UI yang brilliant", suatu ungkapan bijak dan sportif yang tentu membuat kami senang dan bangga.

Semasa saya sebagai ketua umum Senat Mahasiswa (SM) FHUI (1983-1984) ada banyak kisah kebajikan beliau, namun hanya beberapa yang dapat saya tulis di sini.

Sedikit tentang masa OPSPEK 1984, saat (antara lain) Prof Hihmahanto Yuwana, Denny JA dan Rumonda K Lubis sebagai mahasiswa baru.
Karena biasa, senior merasa hak-haknya dikurangi dalam "menggurui" mahasiswa baru maka tokoh panitia pun protes kepada Pudek III, yang direspon pak Boy dengan sebuah audiensi.

Selaku ketua SM saya katakan antara lain, "...mari kita cari jalan keluar terbaik..". Ternyata kata-kata saya tersebut dijadikan "kunci" oleh pak Boy, dan beliau menyetop eyel-eyelan lebih lanjut antara senior dengan Pudek III.

Yang terjadi selanjutnya? Saya pun digerundeli oleh sang tokoh panitia itu, hehehe...
Dan berikut tentang: Ternyata di mana-mana ada oknum wakil/staf pimpinan yang 
mblehar dan mbalelo, bahkan "lipan".

Masa itu dengan sistem NKK/BKK, semua aktivitas "besar" mahasiswa harus seizin Rektor UI, yang bagi saya "no problem" toh, jenis aktivitas kami biasa-biasa saja.
Acara kami kali ini "pagelaran musik se-UI" di kampus FHUI Rawamangun, dan izin kepada Rektor telah kami sampaikan melalui Dekan dua minggu sebelum acara. Ternyata satu hari  menjelang acara izin Rektor belum keluar juga.

Pikir saya, karena sebelumnya saya/SM.FHUI telah berhasil bersaing dengan SM. Fakultas-fakultas lain dalam memutar film G.30.S PKI untuk seluruh civitas academiva UI, maka aneh, untuk
event yang lebih kecil ini kok tidak berhasil? "Pasti ada yang tidak beres", lanjut benak saya.

Benar adanya, kata PUREK III, pak Djamang Ludiro kepada saya, "Permohonan izin anda belum diterima Rektor".

Maka dengan luapan darah muda membuncah, saya utarakan hal tersebut kepada pak Boy, yang direspon beliau dengan cepat lalu dengan segera pula mengutus sekretarisnya untuk membawa surat kepada Rektor, dan... izin Rektor pun keluar saat itu juga.

Lalu apa kata pak Boy? "Maaf mas Amroeh atas kejadian ini, dan setelah ini kalau ada kejadian apa-apa lagi silakan anda menghubungi saya langsung".

Menjelang akhir periode SM (1984), sepulang saya dari Jepang untuk menghadiri sebuah pertemuan antar mahasiswa dari aneka bangsa, pak Boy ngeledek saya dengan kata-kata, "membungkuk hormat anda sudah seperti orang Jepang, haha...".

Dan di sela-sela acara reuni besar ILUNI.FHUI di kampus FHUI, beliau memperkenalkan saya secara pribadi kepada pak Rahmat Saleh, menteri kehakiman RI yang juga alumnus FHUI.

Pak Boy, ini dari murid panjenengan: Selamat jalan ke alam keabadian, semoga husnul khatimah. Panjenengan adalah sosok yang saya kagumi dan hormati sepanjang hayat.
Saya pun akan menyusulmu kelak.

Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un

Gresik,
21 Mei 2021
Pukul 15:30
Amroeh Adiwijaya
----
Catatan:
Artikel kenangan saya sebagai aktivis kampus UI insya Allah tersaji lebih lengkap pada buku kedua saya yang akan terbit, buku setelah novel OPERA VAN GONTOR (Gramedia 2010).

-------
TANGGAPAN
PROF HIKMAHANTO YUWANA

Tks utk share cerita ini Mas Amroeh...

Saya juga merasa kehilangan Pak Boy. Banyak kenangan saya thdp beliau krn saya pernah mjd staf beliau ketika menjabat sbg Dekan.

Org yg sangat visioner, serius dlm menjalankan pekerjaan, dedikasi yg tinggi thdp ilmu hukum,  perfeksionis dan ramah thdp mhs serta juniornya.

Nilai2 yg saya teladani dan terapkan hingga skrg.

Pak Boy, semoga Allah SWT melapangkan jalan menuju Surga Firdaus. 

Alfatihah utk beliau. Amin YRA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

E-BOOK BLOG AMROEH ADIWIJAYA

* "AGAMAMU APA?" Amroeh Adiwijaya

(124) SOFIAN EFFENDI