* "MENGHAMBA?" Amroeh Adiwijaya
Amroeh Adiwijaya
Opini sore menjelang masuk
hari Jum'at
"MENGHAMBA?"
Meski judul di atas bernada pertanyaan, namun dapat dimakanai (kita) harus menjadi hamba. Tapi menghamba kepada siapa?
True Story.
Beberapa tahun yang lalu saya mengalami sikon yang "crawded" penuh sesak, nyesek di hati, ambyar karena problem akut yang menimpa.
Dalam sikon luar biasa mumet, yang bisa jadi bagi orang lain ecek-ecek, alias biasa, istilah Jawa, “enake uwong nang uwong - seolah yang menderita cuman saya”, alhamdulillah saya sadar dengan mengingat kembali kisah nabi Yusuf AS.
Nabi Yusuf pernah mengalami penderitaan yang luar biasa, dari dicemplungkan ke sumur oleh saudara-saudaranya yang iri dengki karena perlakuan yang beda dari sang ayah (nabi Yacub), sampai Yusuf sempat menjadi budak belian, namun di dirinya terpatri sikap menghamba secara total kepada Allah.
Dengan full menghamba tanpa bertanya alias tidak ontrang-ontrang kepada Allah, tidak mengharap yang tidak ada, tidak protes kepada siapapun (ngedumel pun tidak), jiwa Yusuf menjadi ayem, menerima dan menjalani dengan sabar, ikhlas-lapang dada apapun sikon yang mendera.
Bersikap seperti anak kepada ortunya pun tidak, karena anak selalu hanya meminta dan menuntut.
Dengan kehambaan, karena Allah tidak ndablek/cuek bebek yang sekarang diistilahkan "Pangeran boten sare", dan meski Yusuf tidak mengharap, namun kemudian Allah memberinya belas kasih berupa derajat yang tinggi sebagai manusia dengan menjadikan pimpinan teras yang adil dan bijaksana di satu negeri, berlimpah harta, dan menjelmakan menjadi tampan luar biasa sehingga memincut-memelet, bikin klepek-klepek hati banyak emak-emak, juga menjadikannya sebagai nabi.
Saat sikon yang amburadul, dan setelah merenungkan kisah nabi Yusuf di atas, alhamdulillah hati saya makin ayem, justru datang dari adik saya cewek yang menenteramkan hati dengan petuahnya, "wis Ta cakAm, dilakoni saja dengan sabar ikhlas, pasti nanti Allah ngasih jalan terbaik, karena aku Yo pernah mengalami masiyo/meski dalam hal yang berbeda".
Saya pun merefleksikan dengan berdzikir “asmaul husna” terutama kalimah “Lailaha illa Allah – tidak ada Tuhan selain Allah” sebanyak mungkin tanpa hitungan berapa ribu kali karena membebani diri, tidak seperti orang yang kepepet, wejangan agar melafalkan 100 ribu kali setiap jam pun dilakoni.
Mengenai adik itu saya artikan bahwa salah satu yang dirahasiakan Allah yaitu siapa "Wali" itu, faktual, dan salah satunya adalah dia, kwkwk....
Dalam keyakinan saya, wali ada di mana-mana, tidak perlu mencari, berpersepsi atau berteori jauh dan njelimet karena betul, ada di mana-mana, baik berupa orang besar-kecil, jauh-dekat, tuwek-enom, mentereng-norak, pesohor-biasa-biasa, sugih-kere, mas bro-Sis, maupun apik-elek, dan sebagainya.
Dan, apakah petuah adik saya mujarab? Betul, beberapa waktu kemudian saya terbebas dari masalah, dan saya maklum (kehidupan jeee) muncul lagi masalah baru, juga mbelgedes akut, hahaha ....
Kita semua adalah hamba Allah, dan sikap kehambaan kepada-Nya yang harus kita terapkan pada diri, insya Allah yang terjadi pada nabi Yusuf AS (meski tidak sama persis) bisa terkaruniakan, dan sikon "mbelgedes” menjauh dari kita, amin YRA.
Salam tahesss/sehat.
Gresik, 21 November 2024.
Komentar
Posting Komentar